Ziarah Kubur

Hukum Ziarah Kubur
Berziarah kubur adalah sesuatu hal yang disyariatkan dalam agama berdasarkan (dengan dalil) hadits-hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam dan ijma’.
Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam tentang disyariatkannya ziarah kubur di antaranya:
Pertama , hadits Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu ‘anhu dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam beliau bersabda,

إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا

”Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan.” Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan Imam Abu Dâud (2/72 dan 131) dengan tambahan lafazh,

فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ

“Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat.”

Dan dari jalan Abu Dâud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh Imam Al-Baihaqy (4/77), Imam An-Nasâ`i (1/285-286 dan 2/329-330), dan Imam Ahmad (5/350, 355-356 dan 361).

Kedua , hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu, yang semakna dengan hadits Buraidah. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (3/38,63 dan 66), Al-Hâkim (1/374-375), dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hâkim.

Ketiga , hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, yang juga semakna dengan hadits Buraidah dikeluarkan oleh Al-Hâkim (1/376).
Adapun ijma’ diriwayatkan (dihikayatkan) oleh:
Al-‘Abdary sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawy dalam kitab Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab (5/285).
Al-Imam Muwaffaquddin Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah Al-Maqdasy Al-Hambaly (541-620 H) dalam kitab Al-Mughny (3/517).
Al-Hâzimy sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy-Syaukâny dalam kitab Nailul Authâr (4/119).
Batasan Disyari’atkannya Ziarah Kubur
Syariat yang telah disebutkan di atas tentang ziarah kubur adalah disunnahkan bagi laki-laki berdasarkan dalil-dalil dari hadits-hadits maupun hikayat ijma’ tersebut di atas. Adapun bagi wanita, maka hukumnya adalah mubah (boleh), makruh bahkan sampai kepada haram bagi sebagian wanita.

Perbedaan hukum antara laki-laki dan wanita dalam masalah ziarah kubur ini disebabkan oleh adanya hadits yang menunjukkan larangan ziarah kubur bagi wanita,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ

“Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu dia berkata, ‘ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melaknat wanita-wanita peziarah kubur.’.”

Hadits ini diriwayatkan Ibnu Hibbân di dalam Shahîh -nya sebagaimana dalam Al-Ihsân no. 3178, dan mempunyai syawahid (pendukung-pendukung) yang diriwayatkan oleh beberapa orang shahabat, di antaranya,
Hadits Hassan bin Tsabit, dikeluarkan oleh Ahmad 3/242, Ibnu Abi Syaibah 4/141, Ibnu Mâjah 1/478, Al-Hâkim 1/374, Al-Baihaqy dan Al-Bushîry di dalam kitabnya Az-Zawâ`id dan dia berkata isnad-nya shahih dan rijal-nya tsiqah.
Hadits Ibnu ‘Abbâs, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ashhâbus Sunan Al-Arba’ah (Abu Dâud, An-Nasâ`i, At-Tirmidzy dan Ibnu Mâjah), Ibnu Hibbân, Al-Hâkim dan Al-Baihaqy.

Catatan

Hadits dengan lafazh seperti di atas ( زَائِرَاتِ ) menunjukkan pengharaman ziarah kubur bagi wanita secara umum tanpa ada pengecualian, akan tetapi ada lafazh lain dari hadits ini, yaitu,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ. وَ فِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ

“ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ) dalam lafazh yang lain Allah Subhânahu wa Ta’âlâ) melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah kubur.”

Lafazh زُوَّارَاتِ (wanita yang banyak berziarah) menjadi dalil bagi sebagian ulama untuk menunjukkan bahwa berziarah kubur bagi wanita tidaklah terlarang secara mutlak (haram) akan tetapi terlarang bagi wanita untuk sering melakukan ziarah kubur.

Sebagian dari Perkataan Para Ulama Tentang Ziarah Kubur bagi Wanita

Yang melarang, di antaranya:
Berkata Imam An-Nawawy Asy-Syâfi’iy , “Nash-nash Imam Asy-Syâfi’iy dan Al-Ashhâb (pengikut Madzhab Syâfi’iyyah) telah sepakat bahwa ziarah kubur disunnahkan bagi laki-laki.” ( Al-Majmu’ 5/285).

Kata disunnahkan bagi laki-laki mempunyai pengertian bahwa bagi wanita tidak disunnahkan.
Berkata Imam Al-Muwaffaq Ibnu Qudâmah Al-Maqdasy Al-Hambaly , “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan di kalangan Ahlul ‘Ilmi tentang bolehnya laki-laki berziarah kubur.” Lihat Al-Mughny 3/517.

Kata bolehnya laki-laki berziarah kubur memiliki pengertian bahwa bagi wanita belum tentu boleh atau tidak boleh sama sekali.
Berkata Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Mâlikiy, yang terkenal dengan nama kunyahnya “Ibnul Hâjj” , “Dan seharusnya (selayaknya), baginya (laki-laki), melarang wanita-wanita keluar ke kuburan, meskipun wanita-wanita tersebut memiliki mayat (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah.” Lihat Madkhal As-Syar‘u Asy-syarîf 1/250.
Berkata Abu An-Najâ Musa bin Ahmad Al-Maqdasy Al-Hambaly (pengarang Zâdul Mustaqni’ ) , “Disunnahkan ziarah kubur kecuali bagi wanita.” Lihat Hâsyiah Ar-Raudhul Murbi’ Syarh Zâdul Mustaqni’ 3/144-145.
Berkata Al-Imam Mar’iy bin Yûsuf Al-Karmy , “Dan disunnahkan berziarah kubur bagi laki-laki dan dibenci (makruh) bagi wanita.” Lihat Manâr As-Sabîl Fî Syarh Ad-Dalîl 1/235.
Berkata Syaikh Ibrâhim Dhuwaiyyân , “Minimal hukumnya adalah makruh.”
Berkata Syaikh Dr. Shâleh bin Fauzân Al-Fauzân , “Dan ziarah itu disyariatkan bagi laki-laki, adapun wanita diharamkan bagi mereka berziarah kubur.” Lihat Al-Muntaqâ Min Fatâwâ Syaikh Shâlih Al-Fauzân .

Yang membolehkan, di antaranya:
Imam Al-Bukhâry, bahwa beliau meriwayatkan hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam berkata padanya, ‘ Bertaqwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah.’ Maka berkata wanita itu, ‘ Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku,’ dan wanita itu belum mengenal Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam, ketika itu ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah-ed.). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam dan dia tidak menemukan penjaga-penjaga pintu maka wanita itu berkata, ‘ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu, maka Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam berkata, ‘ Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (benturan) pertama.’.”

Al-Bukhâry memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur” yang menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. Lihat Shahîh Al-Bukhâry 3/110-116.
Al-Imam Al-Hâfizh Ibnu Hajar Al-Asqâlany menerangkan hadits di atas dalam Fathul Bâry , “Dan letak pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam tidak mengingkari duduknya (keberadaan) wanita tersebut di kuburan. Dan taqrir (pembolehan) Nabi adalah hujjah.”
Berkata Al-‘Ainy, “Dan pada hadits ini terdapat petunjuk tentang bolehnya berziarah kubur secara mutlak, baik peziarahnya laki-laki maupun wanita dan yang diziarahi (penghuni kubur) muslim atau kafir karena tidak adanya pembedaan padanya.” Lihat ‘ Umdatul Qâry 3/76.
Al-Imam Al-Qurthuby berkata, “Laknat yang disebutkan di dalam hadits (tersebut) adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan mub alaghah (berlebih-lebihan). Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami dan berhias diri dan akan munculnya teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Dan dikatakan jika semua hal tersebut aman (dari terjadinya) maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita, sebab mengingat mati diperlukan oleh laki-laki maupun wanita.” Lihat Jâmi’ Ahkâmul Qur`ân .
Berkata Al-Imam Asy-Syaukâny, “Dan perkataan (pendapat) ini adalah yang pantas untuk pegangan dalam mengkompromikan antara hadits-hadits bab yang saling bertentangan pada lahirnya.” Lihat Nailul Authâr 4/121.
Berkata Syaikh Muhammad Nâshiruddin Al-Albâny, “Dan wanita (sama) seperti laki-laki dalam hal disunnahkannya berziarah kubur.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan empat alasan yang sangat kuat dalam menunjukkan hal tersebut di atas. Setelah itu, beliau berkata, “Akan tetapi tidak dibolehkan bagi mereka (para wanita) untuk memperbanyak ziarah kubur dan bolak-balik ke kuburan sebab hal ini akan membawa mereka untuk melakukan penyelisihan terhadap syariat seperti meraung, memamerkan perhiasan/kecantikan, menjadikan kuburan sebagai tempat tamasya dan menghabiskan waktu dengan obrolan kosong (tidak berguna), sebagaimana terlihatnya hal tersebut dewasa ini pada sebagian negeri-negeri Islam, dan inilah maksud, Insya Allah, dari hadits masyhur,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (وَفِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ) زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ

“Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melaknat (dalam sebuah lafadz Allah melaknat) wanita-wanita yang banyak berziarah kubur.” ( Sunan Al-Baihaqy 4/6996, Sunan Ibnu Mâjah no. 1574, Musnad Ahmad 2/8430, 8655)

Lihat Ahkâmul Janâiz 229-237karya Syaikh Al-Albâny.

Kesimpulan Penulis

Wanita tidak dianjurkan untuk berziarah kubur, karena ditakutkan akan terjadi padanya hal-hal yang bertentangan dengan syari’at disebabkan karena kelemahan hati wanita dan karena perbuatannya, seperti akan terjadinya teriakan atau raungan ketika menangis/sedih, tabarruj (berhias), ikhtilâth (bercampur baur dengan laki-laki) dan hal-hal lain yang sejenis. Itulah sebabnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang sering melakukan ziarah kubur karena banyaknya (seringnya) berziarah kubur tersebut akan mengantarkannya kepada penyelisihan/penyelewengan terhadap syari’at. Akan tetapi jika seorang wanita kebetulan melewati kuburan atau berada di kuburan karena kebetulan (tanpa sengaja) seperti yang terjadi pada ‘Âisyah radhiyallahu ‘anha ketika mengikuti Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ke pekuburan Baqî’, maka pada waktu itu keadannya seperti laki-laki dalam hal bolehnya wanita tersebut berziarah, dengan memberi salam dan mendoakan para penghuni kubur.

Berkata Syaikh Ibrâhim Duwaiyyân, “Jika seorang wanita yang sedang berjalan melewati suatu kuburan di jalannya dia memberi salam dan mendoakan penghuni kubur (mayat) maka hal ini baik (tidak mengapa) sebab wanita tersebut tidak sengaja keluar untuk ke pekuburan.” Lihat Manâr As-Sabîl Fî Syarh Ad-Dalîl .

Wallâhu A’lam Bish Shawab .
BERIKUT INI BEBERAPA POINT DARI ZIARAH KUBUR
POINT PERTAMA;
Hikmah dilarangnya para wanita memperbanyak (sering) berziarah

Di antara hikmah tersebut:
Karena ziarah dapat membawa kepada penyelewengan hak-hak suami akan keluarnya para wanita dengan berhias lalu dilihat orang lain dan tak jarang ziarah tersebut disertai dengan raungan ketika menangis. Hal ini disebutkan oleh Imam Asy-Syaukâny dalam Nailul Authâr 4/121.
Karena para wanita memiliki kelemahan/kelembekan dan tidak memiliki kesabaran maka ditakutkan ziarah mereka akan mengantarkan kepada perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang akan mengeluarkan mereka dari keadaan sabar yang wajib. Hal ini disebutkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassâm dalam Taudhîhul Ahkâm 2/563-564.
Sebab wanita sedikit kesabarannya, maka dia tidaklah aman dari gejolak kesedihannya ketika melihat kuburan orang-orang yang dicintainya, dan ini akan membawa dia pada perbuatan-perbuatan yang tidak halal baginya, berbeda dengan laki-laki. Disebutkan oleh Syaikh Ibrâhim Duwaiyyân menukil dari Al-Kâfi . Lihat Manâr As-Sabîl Fî Syarh Ad-Dalîl 1/236.
Berkata Imam Ibnul Hâjj rahimahullah setelah menyebutkan 3 pendapat ulama tentang boleh tidaknya berziarah kubur bagi wanita, “Dan ketahuilah bahwa perselisihan pendapat para ‘ulama yang telah disebutkan adalah dengan kondisi wanita pada waktu itu (zamannya para ‘ulama salaf sebelum Ibnul Hâjj yang wafat pada thn 732 H), maka mereka sebagaimana diketahui dari kebiasaan mereka yang mengikuti sunnah, sebagaimana telah lalu (tentang hal itu). Adapun keluarnya mereka (para wanita untuk berziarah) pada zaman ini (zaman Ibnul Hâjj), maka kami berlindung kepada Allah dari kemungkinan adanya seorang dari ‘ulama atau dari kalangan orang-orang yang memiliki muru`ah (kehormatan dan harga diri) atau cemburu (kepedulian) terhadap agamanya yang akan membolehkan hal ini. Jika terjadi keadaan darurat (yang mendesak) baginya untuk keluar maka hendaknya berdasarkan hal-hal yang telah diketahui dalam syari’at berupa menutup aurat sebagaimana yang telah lalu (pembahasannya) bukan sebagaimana adat mereka yang tercela pada masa ini. Lihatlah, mudah-mudahan Allah Subhânahu Wa Ta’âla merahmati kami dan merahmatimu. Lihatlah mafsadah (kerusakan) ini yang telah dilemparkan oleh syaithan kepada sebagian mereka (para wanita) di dalam membangun (menyusun) tingkatan-tingkatan kerusakan ini di kuburan.” ( Madkhal Asy-Syar’u Asy-Syarif 1/251)
POINT KEDUA: Adakah Waktu-Waktu Tertentu (Khusus) Untuk Berziarah?



Ziarah Kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak ada waktu yang khusus dan tidak boleh (tidak layak) dikhususkan untuk itu, baik pada bulan Sya’ban, Syawal maupun waktu-waktu yang lainnya. Hal ini karena tidak adanya dalil yang menunjukkan tentang adanya waktu khusus atau afdhal (paling baik) untuk berziarah kubur.

Ketika Syaikh Dr. Shâleh bin Fauzân Al-Fauzân ditanya tentang waktu/hari yang afdhal untuk berziarah, beliau berkata, “Tidak ada waktu khusus dan tidak ada waktu tertentu untuk berziarah kubur.” Lihat Al-Muntaqâ min Fatâwâ Syaikh Shâlih Al-Fauzân 2/166.
POINT KETIGA Faidah Ziarah Kubur
Bagi yang Berziarah
Faidah yang bisa dipetik dan hasil yang akan didapatkan oleh orang yang berziarah kubur, antara lain :Memberikan nasihat bagi dirinya.
Mengingatkannya kepada kematian, balasan dan hari kiamat.
Menambahkan kebaikan baginya.
Mengambil pelajaran.
Melunakkan (melembutkan) hati.
Menjadikannya zuhud terhadap dunia dan tamak terhadap kebaikan hari akhirat.

Semua hal tersebut di atas ditunjukkan oleh hadits-hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ,

إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ وَلْتَزِدْكُمْ زِيَارَتُهَاخَيْرًا

“Sesungguhnya aku pernah melarang kalian dari berziarah kubur maka (sekarang) ziarahilah kubur sebab ziarah itu akan mengingatkan kalian terhadap hari akhirat dan akan menambah kebaikan pada diri kalian.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits Buraidah bin Al-Hushaib (5/350, 355, 356 dan 361).

Dalam riwayat yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu ,

فَإِنَّ فِيْهَا عِبْرَةً

“Sesungguhnya pada ziarah itu terdapat pelajaran”.

Diriwayatkan oleh Ahmad (3/38, 63, 66), Al-Hâkim (1/374-375) dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hâkim.

Dalam riwayat yang lain dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu ,

فَإِنَّهَا يُرِقُّ الْقَلْبَ وَتَدْمَعُ الْعَيْنُ وَتُذِكَّرُ الْآخِرَةَ

“Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” Diriwayatkan oleh Al-Hâkim (1/376).

Bagi Penghuni Kubur

Penghuni kubur akan mendapatkan manfaat dari ziarah kubur dengan adanya salam yang ditujukan padanya yang berisi permohonan keselamatan, ampunan dan rahmat baginya. Semua hal ini hanya bisa didapatkan oleh seorang muslim. (Disebutkan oleh Syaikh Al-Albâny dalam Ahkâmul Janâiz 239)

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh ,

“Pasal: Tentang Petunjuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam dalam ziarah kubur: Adalah beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam jika menziarahi kubur para shahabatnya beliau menziarahinya untuk mendoakan mereka dan memintakan rahmat dan pengampunan bagi mereka. Inilah bentuk ziarah yang disunnahkan bagi ummatnya dan beliau syariatkan untuk mereka dan memerintahkan mereka jika menziarahi kuburan untuk mengatakan ,

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

“Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian.” (Disebutkan dalam Zâdul Ma’âd karya Ibnul Qayyim)

POINT KEEMPAT : Tata Cara Ziarah Kubur
Yang dilakukan oleh seorang peziarah adalah:
Memberi salam kepada penghuni kubur (muslimin) dan mendo’akan kebaikan bagi mereka. Diantara doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam kepada umatnya yang berziarah kubur ,

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

“Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim 975, An-Nasâ`i 4/94, Ahmad 5/353, 359, 360.

اَلسَّلاَمُ عَلَى أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنِ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ

“Keselamatan atas penghuni kubur dari kaum mu’minin dan muslimin mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kita dan orang-orang belakangan dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.”
Tidak berjalan di atas kuburan dengan mengenakan sandal. Hal ini berdasarkan hadits Basyir bin Khashashiah ,

بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِيْ إِذْ حَانَتْ مِنْهُ نَظَرَةٌ فَإِذَا رَجُلٌ يَمْشِيْ بَيْنَ الْقُبُوْرِ عَلَيْهِ نَعْلاَنِ فَقَالَ يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا

“Ketika Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau memandang seorang laki-laki yang berjalan di antara kubur dengan mengenakan sandal, maka Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda , ‘Wahai pemilik (yang memakai) sandal celakalah engkau lepaskanlah sandalmu. ’ Maka orang itu memandang tatkala ia mengetahui Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ia melepaskan kedua sandalnya dan melemparkannya.” Diriwayatkan oleh Abu Dâud 2/72, An-Nasâ`i 1/288, Ibnu Mâjah 1/474, Al-Hâkim 1/373 dan dia berkata , “Sanadnya shahih,” dan disepakati oleh Adz-Dzahaby dan dikuatkan (diakui) oleh Al- Hâfizh Ibnu Hajar ( Fathul Bâry 3/160).

Berkata Al- Hâfizh Ibnu Hajar , “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan diantara kuburan dengan sandal.” ( Fathul Bâry 3/160). Berkata Syaikh Al-Albâny , “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan di atas kuburan dengan memakai sandal.” Lihat Ahkâmul Janâiz 252.
Tidak duduk atau bersandar pada kuburan.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Marbad radhiyallâhu ‘anhu dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ,

لاَ تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا

“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan melakukan shalat padanya.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim 2/228.

Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda ,

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحُدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

“Seandainya salah seorang dari kalian duduk di atas bara api hingga (bara api itu) membakar pakaiannya sampai mengenai kulitnya itu adalah lebih baik daripada dia duduk di atas kuburan.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dibolehkan bagi peziarah untuk mengangkat tangannya ketika berdoa untuk penghuni kubur, berdasarkan hadits ‘Âisyah radhiyallâhu ‘anhâ ,

“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam keluar pada suatu malam, maka aku (‘Âisyah) mengutus Barîrah untuk membuntuti kemana saja beliau (Rasulullah) pergi, maka Rasulullah mengambil jalan ke arah Baqî’ Al-Garqad kemudian beliau berdiri pada sisi yang terdekat dari Baqî’ lalu beliau mengangkat tangannya, setelah itu beliau pulang, maka kembalilah Barîrah kepadaku dan mengabariku (apa yang dilihatnya). Maka pada pagi hari aku bertanya dan berkata, ‘Wahai Rasulullah keluar kemana engkau semalam? ’ Beliau berkata, ‘Aku diutus kepada penghuni Baqî’ untuk mendoakan mereka ’ .” Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/92) dan sebelumnya oleh Imam Malik pada kitabnya ( Al-Muwaththa` (1/239-240)).
Berkata ‘Abdullah Al-Bassâm , “Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut di hadapan keluarga mayat.” Lihat Taudhîhul Ahkâm 2/564.
Menghadap ke kuburan ketika memberi salam kepada penghuni kubur.

Hal ini diambil dari hadits-hadits yang lalu tentang cara memberi salam pada penghuni kubur.
Ketika mendoakan penghuni kubur tidak menghadap ke kuburan melainkan menghadap kiblat. Sebab Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melarang umatnya shalat menghadap kubur dan karena doa adalah intinya ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam ,

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah.”

Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy (4/178,223) dan Ibnu Mâjah (2/428-429).

Macam-macam Ziarah Kubur dan Hal-hal yang diharamkan dalam dalam Ziarah Kubur.

Hal ini telah disebutkan oleh Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassâm dalam Taudhîhul Ahkâm (2/562-563), bahwa keadaan seorang yang berziarah ada empat jenis, yaitu:
Mendoakan para penghuni kubur dengan cara memohon kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla pengampunan dan rahmat bagi para penghuni kubur, dan memohonkan doa khusus bagi yang dia ziarahi dan pengampunan. Mengambil pelajaran dari keadaan orang mati sehingga bisa menjadi peringatan dan nasihat baginya. Inilah bentuk ziarah yang syar’i.
Berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang yang dicintainya di pekuburan atau di dekat sebuah kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa berdoa di pekuburan atau pada kuburan seseorang tertentu afdhal (lebih utama) dan lebih mustajab daripada berdoa di masjid. Dan ini adalah bid’ah munkarah, haram hukumnya.
Berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla dengan mengambil perantara jâh (kedudukan) penghuni kubur atau haknya, melalui perkataan , “Aku memohon pada-Mu, wahai Rabbku , berikanlah …(sesuatu)… dengan jâh (kedudukan) penghuni kuburan ini atau dengan haknya terhadap-Mu, atau dengan kedudukannya disisi-Mu,” atau yang semisalnya. Dan ini adalah bid’ah muharramah dan haram hukumnya, sebab perbuatan tersebut adalah sarana/jalan yang mengantar kepada kesyirikan kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla .
Tidak berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla melainkan berdoa kepada para penghuni kubur atau kepada penghuni kubur tertentu, melalui perkataan , “Wahai wali Allah, wahai nabi Allah, wahai tuanku, cukupilah aku atau berilah aku …(sesuatu) …,” dan semisalnya. Dan ini adalah syirik Akbar (besar).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâhu Ta’âla dalam kitabnya, Ar-Raddu ‘Alal Bakry hal. 56-57, ketika menyebutkan tingkatan bid’ah yang berhubungan dengan ziarah kubur, “Bid’ahnya bertingkat-tingkat:

Tingkatan Pertama (yang paling jauh dari syariat) , dia (penziarah) meminta hajatnya pada mayat atau dia beristighatsah (meminta tolong ketika terjepit/susah) padanya sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang terhadap kebanyakan penghuni kubur. Dan ini adalah termasuk jenis peribadahan kepada berhala.

Tingkatan kedua , dia (penziarah) meyakini bahwa berdoa di sisi kuburnya mustajab atau bahwa doa tersebut afdhal (lebih baik) daripada berdoa di masjid-masjid dan di rumah-rumah. Dan dia maksudkan ziarah kuburnya untuk hal itu (berdoa di sisi kuburan), atau untuk shalat di sisinya atau untuk tujuan meminta hajat-hajatnya padanya. Dan ini juga termasuk kemungkaran-kemungkaran yang baru berdasarkan kesepakatan imam-imam kaum muslimin. Dan ziarah tersebut haram. Dan saya tidak mengetahui adanya pertentangan pendapat di kalangan imam agama ini tentang masalah ini.

Tingkatan ketiga , dia (penziarah) meminta kepada penghuni kubur agar memintakan (hajat) baginya kepada Allah. Dan ini adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan para imam kaum muslimin.
POINT KELIMA :
Hal-Hal yang Diharamkan/Bid’ah-Bid’ah Ziarah Kubur
Kesyirikan.
Syirik Akbar (besar) sering terjadi dan dilakukan oleh sebagian orang di kuburan. Batasan syirik besar (Asy-Syirkul Akbar) itu sendiri adalah jika seseorang memalingkan satu jenis atau satu bentuk dari jenis-jenis/bentuk-bentuk ibadah kepada selain Allah Subhânahu wa Ta’âla . Segala i’tiqâd (keyakinan), perkataan atau perbuatan yang telah tsabit (kuat) bahwa itu adalah diperintahkan oleh Allah Subhânahu wa Ta’âla , maka memalingkannya kepada selain Allah Subhânahu wa Ta’âla adalah kesyirikan dan kekufuran ( Al-Qaul As-Sadid Syarh kitâb At-Tauhid hal. 48 karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nâshir As-Sa’dy).

Syirik Akbar (besar) yang mungkin sering terjadi di kuburan adalah:
Menyembelih untuk penghuni kubur,
Menunaikan nadzar kepadanya,
Memberikan persembahan kepada penghuni kubur yang disertai dengan keyakinan dan perasaan cinta dan atau berharap dan atau takut terhadap penghuni kubur,
Bertawakkal kepadanya,
Berdoa kepadanya,
Meminta pertolongan untuk mendapatkan kebaikan (isti’ânah) atau untuk lepas dari kesulitan (istighatsah) pada penghuni kubur,
Thawaf pada kuburan, dan
Ibadah lainnya yang ditujukan untuk penghuni kubur.

Semua hal tersebut di atas adalah syirik besar dan mengakibatkan batalnya seluruh amalan. Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman, setelah menyebutkan tentang para nabi dan rasul-Nya,

“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [ Al-An’âm: 88 ]

Tidak ada seorang pun yang beramal seperti amalannya para nabi dan rasul, sebab merekalah orang-orang yang paling tahu tentang Allah dan paling takwa kepada-Nya, tetapi Allah Subhânahu wa Ta’âla tetap menyatakan bahwa seandainya mereka berbuat kesyirikan, maka akan sirna/lenyap semua apa yang mereka kerjakan. Seperti juga firman Allah Subhânahu wa Ta’âla yang lainnya,

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” [ Az-Zumar: 65-66 ]

Dan ayat-ayat di atas menggambarkan tentang betapa berbahayanya syirik tersebut dan betapa sesatnya manusia jika terjatuh ke dalam kesyirikan tersebut. Sebagaimana firman Allah Subhânahu wa Ta’âla ,

“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [ An-Nisâ`: 48 ]

dan firman Allah Subhânahu wa Ta’âla ,

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [ An-Nisâ`: 116 ]

dan firman Allah Subhânahu wa Ta’âla ,

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar. ’ .” [ Luqman: 13 ]
Duduk di atas kuburan, sebagaimana penjelasan yang lalu dalam tata cara ziarah kubur.
Shalat menghadap kuburan.

Point 2 dan 3 berdasarkan sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam,

لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا

“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim 3/62 dari hadits Abi Martsad Al-Ghanawy.
Shalat di kuburan, meskipun tidak menghadap padanya, berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry,
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Bumi ini semuanya adalah masjid (tempat shalat) kecuali pekuburan dan kamar mandi.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no. 317, Ibnu Mâjah 1/246 no. 745, Ibnu Hibbân 8/92 no. 2321.

Dan hadits Anas bin Mâlik,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melarang dari shalat di antara kuburan.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân 4/596 no. 1698.
Dan Hadits Ibnu ‘Umar,
اِجْعَلُوْا فِيْ بُيُوْتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا

“Lakukanlah di rumah-rumah kalian sebagian dari shalat-shalat kalian dan janganlah menjadikannya sebagai kuburan.” H.R. Bukhâry no. 422.
Maksudnya bahwa kuburan tidaklah boleh dijadikan tempat shalat sebagaimana rumah yang dianjurkan untuk dilakukan sebagian shalat padanya (shalat-shalat sunnah bagi laki-laki).
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تَقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ.
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surah Al-Baqarah.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 780.
Menjadikan kuburan sebagai tempat peringatan, dikunjungi pada waktu-waktu tertentu dan pada musim-musim tertentu untuk beribadah di sisinya atau untuk selainnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat peringatan dan janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan dimanapun kalian berada bershalawatlah kepadaku sebab shalawat kalian akan sampai kepadaku.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/367, Abu Dâud no. 2042 ( Ahkâmul Janâ`iz dan Min Bida’il Qubûr )
Melakukan perjalanan (bersafar) dengan maksud hanya untuk berziarah kubur, berdasarkan hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ وَلَفْظُهُ ” إِنَّمَا يُسَافَرَ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِيْ وَمَسْجِدِ إِيْلِيَاءَ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali kepada tiga masjid: Al-Masjidil Haram , masjid Ar-Rasul dan masjid Al-Aqshâ”. Dikeluarkan oleh Imam Bukhâry dan Muslim dengan lafazh, “Safar itu hanyalah kepada tiga masjid (yaitu) masjid Al-Ka’bah, Masjidku dan Masjid Iliyâ`.”

Juga hadits Abu Sa’id Al-Khudry dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam,
لاَ تُشَدُّ وَفِيْ لَفْظٍ : لاَ تَشُدًّوْا الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقُصَى. أَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ وَاللَّفْظُ الْآخَرُ لِمُسْلِمٍ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan -dan dalam sebuah riwayat: janganlah kalian melakukan perjalanan- (untuk ibadah) kecuali kepada tiga masjid: Masjidku (Masjid Nabawy), Masjidil Haram dan masjid Al-Aqshâ.” Muttafaqun ‘alaihi .
Menyalakan lampu (pelita) pada kuburan, karena perbuatan tersebut adalah bid’ah yang tidak pernah dikenal oleh para salafus shalih, merupakan pemborosan harta, dan menyerupai Majûsi (para penyembah api) ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 294).
Membaca Al-Qur`ân di kuburan.
Membaca Al-Qur`ân di pekuburan adalah suatu bid’ah dan bukanlah petunjuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam. Bahkan petunjuk (sunnah) Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah berziarah dan mendoakan mereka, bukan membaca Al-Qur`ân.
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ.
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacaka
padanya surah Al-Baqarah.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 780.
Pada hadits ini terkandung pengertian bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam memerintahkan umatnya membaca Al-Qur`ân di rumah-rumah mereka (menjadikan rumah-rumah mereka sebagai salah satu tempat membaca Al-Qur`ân), kemudian beliau menjelaskan hikmahnya, yaitu bahwa syaithân akan lari dari rumah-rumah mereka jika dibacakan surah Al-Baqarah.
Dan sebelumnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam telah melarang untuk menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kuburan yang dihubungkan dengan hikmah (illat tersebut), maka mafhûm (dipahami) dari hadits di atas adalah bahwa kuburan bukanlah tempat yang disyari’atkan untuk membaca Al-Qur`ân, bahkan tidak boleh membaca Al-Qur`ân padanya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “ Para ulama telah menukil dari Imam Ahmad tentang makruhnya membaca Al-Qur`ân dikuburan dan ini adalah pendapat jumhur As-Salaf dan para shahabatnya (Ahmad) yang terdahulu juga di atas pendapat ini, dan tidak ada seorang pun dari ulama yang diperhitungkan mengatakan bahwa membaca Al-Qur`ân di kuburan afdhal (lebih baik). Dan menyimpan mashâhif (kitab-kitab Al-Qur`ân) di kuburan adalah bid’ah meskipun untuk dibaca… dan membacakan Al-Qur`an bagi mayat adalah bid’ah.” ( Min Bida’il Qubûr hal. 59).
Mengeraskan suara di kuburan.

Berkata Qais bin Abbâd, “Adalah shahabat-shahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam menyukai merendahkan suara dalam tiga perkara: dalam penerangan, ketika membaca Al-Qur`ân dan ketika di dekat jenazah-jenazah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 11201. ( Min Bida’il Qubûr hal. 88).

*Untuk no.10 dan seterusnya akan disebutkan saja bentuk bid’ahnya dengan menunjuk rujukannya kalau ada. Adapun yang tidak disebutkan rujukannya, maka ia masuk ke dalam perkara-perkara bid’ah secara umum karena tidak dicontohkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam maupun para shahabatnya walaupun sebab untuk melakukannya ada. Hal ini dilakukan agar tulisan ini tidak menjadi terlalu panjang. Wallâhul Musta’ân.
Memasang payung (lihat Min Bida’il Qubûr hal. 93-94).
Menanaminya dengan pohon dan kembang.
Menyiraminya dengan air
Menaburkan kembang padanya.
Berziarah kubur setelah hari ke-3 dari kematian dan berziarah pada setiap akhir pekan kemudian pada hari ke-15, kemudian pada hari ke-40 dan sebagian orang hanya melakukannya pada hari ke-15 dan hari ke-40 saja ( Ahkâmul Janâ`iz ).
Menziarahi kuburan kedua orang tua setiap hari Jum’at ( Ahkâmul Janâ`iz ).
Keyakinan sebagian orang yang menyatakan bahwa mayat, jika tidak diziarahi pada malam Jum’at, dia akan tinggal dengan hati yang hancur di antara mayat-mayat lainnya dan bahwa mayat itu dapat melihat orang-orang yang menziarahi ketika mereka keluar dari batas kota ( Al-Madkhal 3/277).
Mengkhususkan ziarah kubur pada hari ‘Âsyûra` ( Al-Madkhal 1/290).
Mengkhususkan ziarah pada malam Nisfu Sya’bân ( Al-Madkhal 1/310, Talbis Iblis hal. 429).
Bepergian ke pekuburan pada 2 hari raya ‘Ied (‘Iedhul Fithri dan ‘Iedhul Adha) ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 325).
Bepergian ke pekuburan pada bulan Rajab, Sya’bân dan Ramadhân ( Ahkâmul Janâ`iz hal.325).
Mengkhususkan berziarah kubur pada hari Senin dan Kamis ( Ahkâmul Janâ`iz hal.325).
Berdiri dan diam sejenak dengan sangat khusyu’ di depan pintu pekuburan seakan-akan meminta izin untuk masuk, kemudian setelah itu baru masuk ke pekuburan ( Ahkâmul Janâ`iz hal.325).
Berdiri di depan kubur sambil meletakkan kedua tangan seperti seorang yang sedang shalat, kemudian duduk di sebelahnya ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 325).
Bertayammum untuk berziarah kubur ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 325).
Membacakan surah Al-Fatihah untuk para mayit ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 325).
Membaca doa,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحُرْمَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تُعَذِّبَ هَذَا الْمَيِّتَ
“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan (perantara) kehormatan Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam agar Engkau tidak menyiksa mayat ini.” ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 326).
Menamakan ziarah terhadap kuburan tertentu sebagai haji ( Ahkâmul Janâ`iz ).
Mengirimkan salam kepada para nabi melalui orang yang menziarahi kuburan mereka ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 327).
Mengirimkan surat dan foto-foto kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam melalui orang yang berziarah ke Masjid Nabawy. Hal ini sering terjadi/dialami.
Berziarah ke kuburan pahlawan tak dikenal ( Ahkâmul Janâ`iz 327).
Perkataan bahwa doa akan mustajab jika dibaca di dekat kuburan orang-orang shalih ( Ahkâmul Janâ`iz ).
Memukul beduk, gendang dan menari di sisi kuburan Al-Khalil Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam rangka pendekatan diri kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla ( Al-Madkhal 4/246).
Meletakkan mushaf di kuburan bagi orang-orang yang bermaksud membaca Al-Qur`ân ( Al-Fatâwâ 1/174).
Melemparkan sapu tangan dan pakaian ke kuburan dengan tujuan tabarruk (mencari berkah) ( Al-Madkhal 1/263).
Berlama-lamanya seorang wanita pada sebuah kuburan dan menggosok-gosokkan kemaluannya pada kuburan dengan tujuan supaya ia bisa hamil ( Ahkâmul Janâ`iz hal. 330).
Mengusap-usap kuburan dan menciumnya ( Iqtidhâ` Ash-Shirâthal Mustaqîm karya Ibnu Taimiyah, Al-I’tishâm karya Asy-Syâthiby).
Menempelkan perut dan punggung atau sesuatu dari anggota badan pada tembok kuburan ( Ziyâratul Qubûr Wal Istinjâd Bil Maqbûr hal. 54 oleh Ibnu Taimiyah).
Berziarah ke kubur para nabi dan orang-orang shalih dengan maksud untuk berdoa di sisi kuburan mereka dengan harapan terkabulnya doa tersebut ( Ar-Raddu ‘Alal Bakry hal. 27-57).
Keluar dari kuburan (pekuburan) yang diagungkan dengan cara berjalan mundur ( Al-Madkhal 4/238).
Berdiri lama di kuburan Nabi untuk mendoakan dirinya sendiri sambil menghadap ke kuburan ( Ar-Raddu ‘Alal Bakry / Ahkâmul Janâ`iz hal. 335).
Masih banyak lagi bentuk-bentuk amalan/perbuatan yang dilakukan ketika berziarah kubur yang menyelisihi cara berziarah yang syar’i, yang semua bentuk-bentuk tersebut adalah bid’ah di dalam agama ini yang telah dinyatakan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bahwa setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat tempatnya di neraka. Na’ûdzu billâhi minhâ. Wallâhu Ta’âla A’lam Bishshawab.

Maraji’ /Refrensi:
Ahkâmul Janâ`iz Wa Bid’auhâ / Syaikh Al-Imam Muhammad Nâshirudddin Al-Albâny.
Al-I’tishâm / Al-Imam Asy-Syâthiby.
Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab / Al-Imam An-Nawawy.
Al-Mughny / Ibnu Qudâmah.
Al-Muntaqâ Min Fatâwâ Syaikh Shâlih bin Fauzân Al-Fauzân .
Ash-Shârimul Munky Fî Ar-Raddi ‘ Ala As-Subky / Muhammad bin Abdul Hâdy.
Hâsyiah Ar-Raudhah Murbi’ Syarh Zâdul Mustaqni’ / ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim An-Najdy.
Iqtidhâ` Ash-Shirâthal Mustaqîm Fî Mukhâlafatu Ashhâbul Jahîm / Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Madkhal Asy-Syar’u Asy-Syarîf / Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Ibnul Hâjj.
Majmu’ Al-Fatâwâ / Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Manâr As-Sabîl Fî Syarh Ad-Dalîl / Syaikh Ibrâhim bin Muhammad Duwaiyyân.
Min Bida’il Qubûr / Hamad bin ‘Abdullah bin Ibrâhim Al-Humaidy.
Nailul Authâr Min Ahâditsi Sayyidil Akhyâr / Al-Imam Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukâny.
Talbîs Iblîs / Ibnul Jauzy.
Talkhîs Kitâb Al-Istighâtsah (Ar-Raddu ‘Alal Bakry) / Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Taudhîhul Ahkâm / ‘Abdullah Al-Bassâm.
Zâdul Ma’âd Fî Hadyi Khairil ‘Ibâd / Ibnul Qayyim Al-Jauzy.
Ziyâratul Qubûr Wa Hukmul Istinjâd Bil Maqbûr / Syaikh Islam Ibnu Taimiyah.

KH.Ali Ma'shum krapyak


KH. Ali Maksu

KH. Ali bin Maksum bin Ahmad dilahirkan di Lasem, kota tua di Jawa Tengah dari keluarga ulama keturunan Sayyid Abdurrahman alias Pangeran Kusumo bin Pangeran Ngalogo alias Pangeran Muhammad Syihabudin Sambu Digdadiningrat alias Mbah Sambu. Garis keturunan ini banyak melahirkan keluarga pesantren yang tersebar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Masa muda beliau habiskan dengan berguru dari pesantren ke pesantren. Dimulai dari ayahnya sendiri yang juga seorang kyai ulama besar, beliau kemudian nyantri kepada Kyai Amir Pekalongan untuk kemudian melanjutkan kepada Kyai Dimyati Tremas Pacitan Jawa Timur. Sejak di Termas inilah beliau terlihat menonjol dan akhirnya ikut membantu gurunya mengajar dan mengurus madrasah pesantren dan membuat karangan tulisan.

Tak lama setelah diambil menantu oleh KH M. Munawwir al Hafidh al Muqri Krapyak Yogyakarta, beliau dibantu oleh seorang saudagar Kauman Yogyakarta untuk dapat berhaji ke Mekah. Kesempatan ini beliau pergunakan pula untuk melanjutkan mengaji tabarrukan kepada para ulama Mekah: Sayyid Alwi al Maliki Al Hasani, Syaikh Masyayikh Hamid Mannan, Syaikh Umar Hamdan dan sebagainya.

Setelah dua tahun mengaji di Mekah Kyai Ali kembali ke tanah Jawa. Sedianya beliau hendak tinggal di Lasem membantu ayahnya mengembangkan pesantren. Namun, sepeninggal Kyai Munawwir Krapyak, Pondok Krapyak memerlukan beliau untuk melanjutkan perjuangan di bidang pendidikan bersama-sama dengan KHR. Abdullah Affandi Munawwir dan KHR. Abdul Qadir Munawwir.

Akhirnya beliau menghabiskan umur dan segenap daya upaya beliau untuk merawat dan mengembangkan Pondok Krapyak, yang pada saat diasuh mendiang Kyai Munawwir merupakan cikal bakal pesantren al Qur’an di Indonesia.

Di bidang pendidikan pesantren, beliau merintis pola semi moderen dengan sistem klasikal hingga berkembanglah madrasah-madrasah hingga saat ini. Beliau juga diminta untuk menjadi dosen luar biasa pada Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Di bidang kemasyarakatan dan politik, beliau pernah menjadi anggota majlis Konstituante, sebuah lembaga pembuat Undang-Undang Dasar pada masa rejim Orde Lama. Dalam organisasi para kyai, Nahdlatul Ulama, beliau pernah memangku jabatan Rais ‘Aam Syuriyyah yang mengantarkan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama keluar dari jalur politik pada masa rejim Orde Baru.

Di sela-sela mengasuh seribuan santrinya, beliau menyempatkan diri untuk memberikan pengajian di masyarakat, mengawasi sendiri pembangunan gedung-gedung pondok dan menulis kitab-kitab. Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Tasrif ul Kalimah fis Shorf, Ilmu Mantiq, adalah beberapa dari kitab berbahasa Arab susunan beliau.

Sebelum meninggal pada akhir 1989, dari sentuhan tangan beliau telah dilahirkan ratusan kyai dari ribuan santri yang mengaji pada beliau pada kurun 1946 hingga 1989. Dari keteguhan beliau, Pondok Krapyak beberapa hari sebelum beliau meninggal menjadi tempat penyelenggaraan Muktamar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, pertemuan paling bergengsi organisasi para ulama Indonesia.

Dari kesabaran beliau yang selama hidup dibantu oleh istrinya Nyai Hasyimah Munawwir, telah berdiri dan berkembang Taman Kanak-Kanak, Madrasah Diniyyah, Madrasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Tahfidzil Qur’an dan Madrasah Takhassusiyah untuk para santri mahasiswa.

Pondok Pesantren Krapyak, setelah kemangkatan beliau tahun 1989, pengelolaannya ditangani oleh lembaga berbadan hukum dengan nama Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Yayasan ini sekarang dipimpin oleh KH Attabik Ali yang merupakan putra pertama dari KH Ali Maksum.
Calon Istri yang dicari
2007-11-14 |

Kalau melihat populasi antara laki-laki dan wanita saat ini, 1 banding 4, untuk sementara kita akan mengatakan tidak terlalu sulit mencari seorang calon istri. Kalau mencari istri hanya kriterianya cukup dia berjenis kelamin wanita saja, tanpa embel-embel lain, rasanya mudah. Setidaknya logika kita akan mengatakan, jika tidak berhasil dengan calon pertama kan ada peluang kedua. Gagal lagi kedua masih ada ketiga dan keempat. Belum lagi peluang orang lain yang tak diambil. Lalu kalau mencari istri, tapi ingin yang cantik dan mempesona, sulitkah?

Jika saat ini semakin banyak produk-produk kecantikan, semisal berbagai merk lotion, spa, facial, atau apalah yang lainnya, yang dapat memoles penampilan wanita menjadi lebih cantik dan anggun, kulit hitam menjadi putih, rambut keriting jadi lurus, badan gemuk jadi langsing, gigi tonggos jadi rapi, bibir dipoles jadi sensual, dan gaun-gaun yang modis lagi menggoda, seharusnya signifikan dengan semakin bertambahnya wanita-wanita cantik di negeri ini. Rasanya kita juga akan menjawab "MUDAH". Sekarang kemungkinan besar tidak sulit juga memilih istri yang cantik dan mempesona secara lahiriah.

Memang memiliki istri cantik, apalagi kaya dan dari keturunan terhormat, merupakan idaman para lelaki. Kecantikan menjadi salah satu sumber kesenangan di hati. Dari mata turun ke hati, begitu kata pepatah. Seperti orang-orang kota yang sumpek melihat jejalan beton-beton raksasa kemudian menjatuhkan pandangannya pada keindahan alam pegunungan, di situ letak kesenangan dan hiburan bagi mereka. Begitu pula halnya istri yang memiliki paras cantik, ia menghadirkan kesenangan di hati suaminya. Lalu mungkin ada yang bertanya, sampai kapan kesenangan itu? Pertanyaan ini yang sulit dijawab. Apalagi menjawab, apakah mereka yang mempesona dalam segi fisik pasti akan membawa kita dalam ketentraman dan kebahagiaan rumah tangga? Ah, tidak ada yang mau menjamin. Kalau hanya senang secara biologis kemungkinan iya, tapi kesenangan semacam ini sifatnya tidak lama dan tidak menjadi penentu ketentraman rumah tangga melainkan sedikit saja.

Memang bagi yang belum menikah, kecantikan kadang menjadi yang utama. Faktor fisik menjadi segala-galanya. Ketika usia bertambah tua kecantikan juga akan semakin sirna. Padahal, menikah belum setahun, secara naluriah akan muncul perasaan begini, sang istri yang dulu primadona sekarang tampak seperti biasa-biasa saja. Jika seorang suami tidak juga menemukan "kecantikan lain" pada istrinya, yang bukan berasal dari parasnya saja, bisa jadi kecantikan itu malah menjadi fitnah rumah tangga. Fitnah yang seperti apa? Dengarkanlah sabda Rasulullah, "Jangan menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi kecantikannya itu akan memburukkannya. Dan jangan menikahi wanita karena hartanya, bisa jadi hartanya membuatnya melampaui batas. Tetapi, nikahilah wanita atas perkara agamanya. Sungguh hamba sahaya wanita yang sebagian hidungnya terpotong lagi berkulit hitam tapi taat beragama adalah lebih baik." (HR. Ibnu Majah).

***

Kecantikan yang Memburukan

Seperti apakah kecantikan yang memburukkan? Wallahu a`lam bishshawab. Mungkin saja mereka adalah yang merasa kecantikannya harus dihargai lebih. Mereka adalah yang merasa suaminya tak bisa menghargai kelebihannya. Mereka adalah yang kecantikannya digunakan untuk menyimpang, memuaskan nafsunya. Masih herankah kita, apa yang menjadi alasan artis-artis itu dengan mudahnya kawin cerai? Ya, salah satunya karena merasa memiliki kemampuan untuk memperoleh suami yang lebih baik melalui kecantikan dan kekayaannya. Itulah kecantikan yang memburukkan. Atau kecantikan yang memburukkan itu terjadi karena naluriah yang tak terbendung. Yaitu menonjol-nonjolkan kecantikannya di hadapan orang lain selain suaminya dengan maksud riya. Walau ia tak bermaksud menggoda lelaki lain, bukankah itu hal yang buruk?

Kecantikan atau harta belum cukup menjadi kriteria untuk kita menetapkan pendamping hidup. Ada yang perlu kita buka kembali. Secara arif, mengenai wawasan kita, mengenai harapan kebarokahan pernikahan, tentang cita-cita kesakinahan keluarga, tentang kebersamaan mengarungi hidup. Tentang dambaan keturunan-keturunan yang shalih, tentang keaadaan hidup setelah mati. Sabda Rasulullah berikut ini sudah sering kita dengar, kita ulang kembali, mudah-mudahan tidak sekedar lewat di telinga tapi merupakan bekal yang membekas di hati, "Wanita dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang taat beragama, niscaya kamu beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim).

Beruntung! Kalau yang menyampaikan kata "beruntung" itu adalah seorang pengusaha atau pedagang, maka makna beruntung itu tidak jauh dari yang namanya uang. Tapi kalau yang menyampaikan Rasulullah, katakan, keberuntungan seperti apakah itu! Bukankah keberuntungan itu mengenai kebahagiaan dunia berupa rumah tangga yang diberkahi Allah dan kebahagiaan akhirat berupa tabungan pahala dan kebaikan.

Coba sebut apa yang kita harapkan sebagai suami dari istri kita? Bukankah kita ingin ia menjadi penyemangat saat kita putus asa, penghibur saat kita sedih, penyejuk saat kekeringan, pendorong amal ibadah. Kemudian mau bersabar saat musibah dan bersyukur dengan apa pun karunia yang diterima. Dan istri yang bisa memberikan itu semua tidak ada sangkut pautnya dengan cantik tidaknya atau kaya tidaknya dia. Mereka adalah wanita-wanita yang baik agamanya. Mereka bertaqwa pada Allah dan patuh pada suaminya. Mereka yang tidak hanya melihat aktivitas melayani suami, mendidik anak, menjaga rumah, atau tugas-tugasnya yang lain sebagai urusan dunia semata.Tapi ada harapan yang lebih besar, yakni keridhaan Allah dan balasan SurgaNya di akhirat kelak.

Percayalah, tidak ada yang membuat seorang suami merasa tentram kecuali karena sikap baik seorang istri. Tidak ada sikap baik istri yang lebih jujur kecuali karena lahir dari ketulusan. Dan tidak ada ketulusan yang kokoh kecuali karena keikhlasan untuk bertaqwa kepada Allah. Inilah mengapa Rasulullah memerintahkan kita perihal menentukan calon istri berdasarkan kualitas agamanya. Karena agama adalah akhlak mulia, Addiinu Akhlakul Kariimah. Termasuk akhlak mulia seorang istri untuk bersedia melayani suaminya dengan tulus, ikhlas, dan sebab taqwanya kepada Allah SWT, "... Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (QS. An-Nisa : 34).

Maka jatuhkan pandangan hanya pada faktor agama. Semata-mata agama. Kita juga tidak pernah menginginkan anak-anak yang alakadarnya atau bahkan yang jauh dari agama bukan? Ibunyalah sebagai seniman yang akan melukis kepribadian dan karakter anak-anak itu. Tentu yang kita inginkan, Ibu yang tak hanya mampu memberi cinta, namun juga pendidikan dan keteladanan menyangkut agama dan akhlak mereka.

***

Baik Agamanya

Soal kriteria baiknya agama seorang wanita, ada dasar dan cabang-cabangnya. Seorang wanita melaksanakan shalat wajib, menjaga kemaluannya, menutup aurat, patuh pada suami, dan menjauhi kemaksiatan itu lebih dari cukup untuk menjadi dasar bahwa ia baik agamanya. Rasulullah bersabda, "Apabila seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, telah dapat memelihara kemaluannya, dan menaati suaminya, maka dia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang disukainya." (HR. Ahmad).

Seorang wanita misalnya ahli Tahajjud, atau luas pemahaman agamanya, memiliki kepedulian tinggi terhadap dakwah, dermawan, misal juga suka menghafal Al-Qur`an, itu adalah cabang-cabang kriteria yang kita tentukan untuk memperoleh yang lebih baik dari yang sudah baik. Kalau kita mampu, mudah-mudahan kita beruntung bisa menikahi wanita yang memiliki kemuliaan agama dan akhlak seperti itu, aamiin...

Namun, kadang kebaikan terbentuk seiring berjalannya waktu. Boleh jadi kedewasaan berpikir dan semangat untuk meningkatkan kualitas agama baru terbentuk setelah menikah. Setelah hadirnya seorang suami yang menjadi imam, dan hadirnya anak-anak yang membutuhkan keteladanan. Mungkin saat ini, calon istri kita tidak terlalu kuat dalam menunaikan perkara-perkara amaliah kecuali hanya melaksanakan shalat wajib, puasa Ramadhan, sopan dalam bergaul, dan menutup aurat. Subhanallah, sungguh jika selaras dengan keikhlasan di hatinya, yang seperti itu telah mulia di sisi Allah dan mulia di hadapan manusia, Insya Allah.

Mari saling berbagi nasehat, tetaplah kaki berpijak kepada sunatullah. Berusaha dan berdo`a agar Allah menghadirkan seorang istri shalehah yang bertaqwa kepada Allah dan patuh pada suaminya. Tanyalah kepada siapa pun yang bisa ditanyai. Mintalah bantuan kepada siapa pun yang rela memberikan bantuan.

Berikhtiarlah di atas garis syari`at yang sudah ditetapkan. Bersabarlah untuk tidak mendekat pada proses-proses yang diharamkan. Hingga saatnya takdir benar-benar mendekatkan kita dengannya. Selanjutnya, dengan sangat percaya diri kita akan menyambut datangnya pendamping terbaik, "khairunnisa", siapakah khairunnisa itu?

"Khairunnisa" (Wanita Terbaik) adalah yang dapat menyenangkan hati suami apabila ia memandang, menaatinya apabila ia memerintah, dan tidak menentangnya dalam diri dan hartanya dengan sesuatu yang dibencinya." (HR. Ahmad).

Sumber : Majalah Nurul Hayat, Oktober 2007
RINGKASAN SEJARAH PARA IMAM DAN MUHADDITSIN

Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris As Syafii rahimahullah
Dikenal dengan gelar Imam Syafii, lahir pada th 150H dan wafat pada 204H, berkata Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) bahwa tiada kulihat seorang yang lebih mengikuti hadits selain Muhammad bin Idris Assyafii, berkata pula Imam Ahmad (yang merupakan murid dari Imam Syafii) aku mendoakan Syafii selama 30 tahun setiap malamnya, dan Imam Syafii ini berguru kepada Imam Malik, dan ia telah hafal Alqur;an sebelum usia 10 tahun, dan pada usia 12 tahun ia telah hafal Kitab Al Muwatta karangan Imam Malik yang berisi sekitar 2000 hadits dengan sanad dan hukum matannya.

Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Beliau wafat pada th 241 H dalam usia 77 tahun, beliau berguru pada banyak para imam dan muhaddits, diantara guru beliau adalah imam syafii rahimahullah, dan beliau hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, beliau digelari sebagai salah satu Huffadhuddunia, yaitu salah satu orang yang paling banyak hafal hadits diseluruh dunia sepanjang zaman, dan beliau rahimahullah banyak mempunyai murid, diantaranya adalah Imam Muslim rahimahullah.

Diriwayatkan ketika datang seorang pemuda yang ingin menjadi murid beliau maka beliau berkata pada anak itu : "ini ada 10 ribu hadits, hafalkanlah, bila kau telah barulah kau boleh belajar bersama murid2ku", tentunya murid murid beliau adalah para Huffadh dan muhadditsin yang hafal ratusan ribu hadits, maka pemuda itu pun pergi dan kembali beberapa wkt kemudian, ia telah hafal 10 ribu hadits yang diberikan oleh Imam Ahmad itu dan lalu Imam Ahmad berkata : "sungguh hadist yang kau hafal itu adalah hadits palsu, tidak ada satupun yang shahih, hafalan itu hanya untuk latihan menguatkan hafalanmu, sebab bila kau salah maka tak dosa", karena bila ia hafalkan hadits shahih lalu ia salah dalam menghafalnya maka ia akan membawa dusta dan kesalahan bagi ummat hingga akhir zaman.

Diriwayatkan ketika Imam Ahmad bin Hanbal hampir wafat, ia wasiat kepada anaknya untuk menaruhkan 3 helai rambut Rasulullah saw yang memang disimpannya, untuk ditaruhkan 3 helai rambut Rasul saw itu masing masing di kedua matanya dan bibirnya.

Beliau wafat pada malam jum;at, dan muslimin yang menghadiri shalat jenazahnya sebanyak 800 ribu pria dan 60 ribu wanita, bahkan bila dihitung dengan kesemua yang datang dan datang maka mencapai 1 juta hadirin.

Berkata Imam Abubakar Almarwazi rahimahullah, kau bermimpi Imam Ahmad bin Hanbal setelah ia wafat, kulihat ia disebuah taman indah, dengan pakaian jubah hijau dengan memakai Mahkota cahaya.

Berkata Imam Abu Yusuf Alhayyan bahwa ketika wafat imam Ahmad, ada orang yang bermimpi bahwa setiap kubur diterangi pelita, dan pelita itu adalah kemuliaan atas wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal dan banyak dari mereka yang dibebaskan dari siksa kubur karena wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal diantara mereka.

Berkata Imam Ali bin Al Banaa , ketika dimakamkan Ummul Qathi iy didekat makam Imam Ahmad, maka beberapa hari kemudian ia bermimpi berjumpa Ummul Qathi iy, seraya berkata : "Terimakasih atasmu yang tekah memakamkanku disamping kubur Imam Ahmad, yang setiap malam Rahmat turun dikuburnya dan rahmat itu menyeluruh pada ahlil kubur disini hingga akupun termasuk diantara yang mendapatkannya".

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari rahimahullah
Beliau lahir pada hari jumat selepas shalat jumat 13 Syawal 194 H dan beliau wafat pada malam jumat yang sekaligus malam idul fitri th 256 H

Berkata Imam Muhammad bin Yusuf Al Farbariy, aku mendengar dari Najm bin Fudhail berkata : aku bermimpi Rasulullah saw dan kulihat Imam Bukhari dibelakang beliau saw, setiap beliau saw melangkah sebuah langkah, dan Imam Bukhari melangkah pula dan menaruhkan kakinya tepat dibekas pijakan Nabi saw.

Ketika dikatakan kepada Imam Bukhari bahwa ada disuatu wilayah yang barangsiapa orang asing yang datang ke wilayah mereka maka saat setelah shalat maka penduduk setempat akan mencobanya dengan hadits hadits tentang shalat, maka Imam Bukhari berkata : "Bila aku diperlakukan seperti itu akan kukeluarkan 10 ribu hadits shahih mengenai shalat dihadapan mereka agar mereka bertobat dan tidak lagi mengulangi perbuatan buruk itu".

Imam Bukhari telah menulis shahih nya sebanyak sekitar 7000 hadits saat beliau belum berusia 17 tahun, dan ia telah hafal 100 ribu hadits shahih dan 200 ribu shahih di usia tersebut.

Berkata Imam Al Hafidh Muhammad bin Salam rahimahullah : "kalau datang si bocah ini maka aku terbata bata dan tak nyaman membaca hadits", dan ia berkata kepada seorang tamunya yang datang setelah Imam Bukhari pergi : "kalau kau datang lebih cepat sedikit kau akan berjumpa dengan bocah yang hafal lebih dari 70 ribu hadits..", maka tamunya segera bergegas menyusul Imam Bukhari, dan Imam Bukhari berkata : "sungguh aku hafal lebih dari itu, dan akan kujelaskan padamu semua masing masing sanad periwayat hadits nya, dimana lahirnya, tahun kelahiran dan wafatnya, sifat dan sejarah periwayat sanad2 nya dari semua hadits itu".

Ketika salah seorang perawi hadits bertanya kepada Imam Bukhari mengenai nama nama periwayat, gelar, bentuk kesalahan sanad hadits dll maka Imam Bukhari menjawabnya bagaikan membaca surat Al Ikhlas.

Berkata Imam Bukhari : "aku berharap menghadap Allah tanpa ada hisab bahwa aku pernah menggunjing aib orang lain".

Suatu hari Imam Bukhari mengimami shalat dhuhur disebuah kebun korma, dan didalam bajunya terdapat seekor Zanbur (kumbang hitam) yang menggigit dan menyengatnya hingga 16 sengatan, selepas shalat Imam Bukhari berkata dengan tenang : "coba kalian lihat ada apakah didalam baju lenganku ini", maka ditemukanlah 16 luka sengatan kumbang di tubuhnya.

Suatu ketika Imam Bukhari membacakan sanad hadits dan saat ia melirik dilihatnya ada orang yang terkesima dengan ucapannya, dan Imam Bukhari tertawa dalam hati, keesokan harinya Imam Bukhari mencari orang itu dan meminta maaf dan ridho karena telah menertawakannya, padahal ia hanya menertawakan didalam hati.

Diriwayatkan ketika Imam Bukhari sedang mengajari hadits kepada salah seorang muridnya dan ia tampak bosan, maka Imam Bukhari berkata : "para pedagang sibuk dengan perdagangannya, para pegawai sibuk dengan pekerjaannya, dan engkau bersama Nabi Muhammad saw".

Imam Bukhari menulis shahih nya (Shahih Bukhari) di Raudhah, yaitu antara Mimbar dan Makam Rasulullah saw di Masjid Nabawiy Madinah Almunawwarah, dan ia mandi dan berwudhu lalu shalat 2 rakaat baru menulis satu hadits, lalu kembali mandi, berwudhu dan shalat 2 rakaat, lalu menulis 1 hadits lagi, demikian hingga selesai di hadits no.7124. maka selesailah 7000 hadits itu ditulis di kitab beliau, dengan bertabarruk dengan Makam Rasulullah saw dan Mimbar Rasul saw.

Berkata Imam Muslim dihadapan Imam Bukhari : "Izinkan aku mencium kedua kakimu wahai Pemimpin para Muhadditsin, guru dari semua guru hadits".

Dikatakan kepada Imam Bukhari, mengapa tak kau balas orang yang memfitnahmu dan mencacimu, ia menjawab : "aku teringat ucapan Rasul saw : "akan muncul kelak ikhitilaf dan perpecahan, maka bersabarlah hingga kalian menjumpai aku di telaga haudh".

Imam Bukhari mempunyai akal yang jenius, dan ia hafal bila mendengar 1X saja. Atau membaca 1X saja. Hingga ketika suatu ketika Imam Bukhari dicoba dan diajukan padanya 100 hadits yang dikacaukan dan dibolak balik sanadnya, maka Imam Bukhari berkata : "tidak tahu.. tidak tahu", hingga hadits yang ke seratus, lalu Imam Bukhari berpidato, mengulang hadits yang pertama yang disebut si penanya : "Kau tadi sebut hadits dengan sanad seperti ini, dan yang benar adalah begini", demikian hadits kedua.. ketiga.. hingga 100 hadits.

Ketika telah wafatnya Imam Bukhari, terjadi kekeringan yang berkepanjangan, maka par Ulama, Huffadh dan Muhadditsin dari wilayah samraqand berduyun duyun ke Makam Imam Bukhari, lalu mereka bertawassul pada Imam Bukhari, maka hujanpun turun dengan derasnya hingga 7 malam mereka tertahan dan tak bisa pulang ke sdamraqand karena derasnya hujan.

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Abul Husein Muslim bin Hajjaj Alqusyairiy Annaisaburiy rahimahullah
Beliau lahir pada th 204 H dan wafat pada Rajab 261 H, beliau adalah Imam Mulia yang menjadi peringkat kedua dari seluruh para Muhadditsin, yaitu setelah Imam Bukhari rahimahullah, beliau ini adalah murid daripada Imam Ahmad bin Hanbal, dan ia digelari sebagai salah satu Huffadhuddunia, bersama Imam bukhari, yaitu salah satu dari Imam yang dalam peringkat tertinggi dari para Hafidhul hadits, ia menulis hadits shahih pada usianya 15 tahun sebanyak 12 ribu hadits shahih dan menyingkat itu semua dari 300 ribu hadits.

Berkata para Muhaddits : "bila kita mencatat hadits selama 200 tahun maka tetaplah kita harus kembali berpegang pada Musnad Imam Muslim.

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Malik bin Anas bin Malik Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullah
Beliau lahir pada th 93 H, dan wafat pada rabiul awal 179 H
Beliau adalah penulis kitab yang sangat termasyhur, yaitu Al Muwatta , yang mengandung 2000 hadits dan sanadnya.
Beliau adalah seorang Ulama agung di Madinah Almunawwarah dan sangat berwibawa.
Diriwayatkan bila orang orang mencambuk onta ontanya untuk berusaha kemana mana mencari seorang ulama yang paling tinggi keluasan ilmunya, niscaya mereka tak akan temukan Ulama yang ilmunya melebih Sang Alim yang di Madinah, yaitu Imam Malik rahimahullah, Imam Malik adalah Guru Imam Syafii.

Berkata Imam Syafii : "bila ulama disebut sebut, maka Imam Malik adalah bintang yang berpijar".

Dan berkata Imam Syafii : "kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Ibn Huyaynah, niscaya telah sirna ilmu di Hijaz (jazirah arab)"

Berkata Imam Syafii : "tak ada kitab yang lebih mengandung kejelasan dan pembenaran yang menyamai Al Muwatta Imam Malik

Imam Malik berpakaian rapih dan selalu menggunakan minyak wangi.

Berkata Imam Al hafidh Wuhaib bahwa Imam semua ahl hadits adalah Imam Malik

Berkata Imam Qutaibah, bila Imam Malik keluar menyambut tamunya beliau berpakaian indah, memakai sifat mata, wewangian dan membagi bagikan kipas kepada masing masing tamunya, ia adalah Imam yang sangat berwibawa, majelis dirumahnya selalu hening dan tak ada suara keras dan tak pula ada yang berani mengeraskan suaranya, ruangan beliau dipenuhi kesejukan dan ketenangan, dan beliau dimakamkan di kuburan Baqi

Diriwayatkan bahwa bila Imam Malik akan membacakan hadits maka ia berwudhu, lalu merapikan janggut putihnya, lalu duduk dengan wibawa dan tenang, menggunakan wewangian, barulah beliau mengucapkan hadits Rasulullah saw, ketika ditanyakan kepadanya mengenai itu, beliau berkata : "aku mengagungkan hadits nabi saw, aku tak menyukai mengucapkan hadits trkecuali dalam keadaan suci", dan beliau tak suka mengucapkan hadits dalam perjalanan atau dalam terburu buru.

Bila ada orang yang mengeraskan suara saat beliau membaca hadits Nabi saw maka beliau berkata : "jangan kau keraskan suaramu, rendahkan suaramu, karena Allah telah berfirman : Wahai Orang orang yang beriman, jangan kau keraskan suaramu didepan Rasulullah saw, maka barangsiapa yang mengeraskan suaranya didepan hadits Rasulullah saw sama dengan mengeraskan suaranya dihadapan Rasulullah saw".

Imam Malik berkata : "Ilmu bukanlah dengan berpanjang panjang riwayat, tetapi cahaya yang disimpan Allah didalam sanubari".

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Nu man bin Tsabit dikenal dengan Abu Hanifah (Imam Hanafi) rahimahullah
Beliau wafat pada th 150H, ada pendapat yang mengatakan kelahirannya pada th 61 H, Imam Abu Hanifah belasan tahun lebih tua dari Imam Malik, dan mereka hidup dalam satu zaman, namun diriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah sangat memuliakan dan menghormati Imam Malik di Madinah Almunawwarah.

Imam Abu Hanifah banyak ditentang para Muhadditsin dan sebagian besar menilai haditsnya dhaif, dan beberapa fatwanya yang tampak kurang sesuai dengan Jumhur Ulama, namun sebagian pendapat mengatakan karena justru hal itu disebabkan karena di masa beliau adalah masa dahsyatnya fitnah, dan beliau tergolong kepada generasi Tabi in

(sumber : Asshafwatusshofwah, Tadzkiratul Huffadh, Siyar fii A laaminnubala, Tanbihul Mughtarrin, Tariikh Asshaghir, Tarikh Al Baghdad, Fathul Baari Al masyhur).

Mereka Bertanya tentang Barokah
04/12/2007

Barokah atau berkah oleh para ulama yang mula-mula menyebarkan Islam di Indonesia disimbolkan dengan “berkat” atau oleh-oleh yang dibawa dari acara hajatan atau tasyakuran. Di kalangan pesantren, barokah didefinisikan secara singkat dengan kata majemuk “jalbul khoir” atau sesuatu yang dapat membawa kebaikan. Definisi ini memang sangat umum dan belum bisa menjelaskan arti barokah. Uraian berikut semoga bisa memberikan penjelasan itu secara lebih gamblang. (red)

Ketika bayi Muhammad SAW lahir, ia disusui oleh seorang ibu dari Bani Sa'ad bemama Halimah Sa'diyah. Bani Sa' ad adalah salah satu marga dari suku Quraish di Makkah. Sebelum kehadiran bayi Muhammad SAW, kondisi kehidupan Bani Sa'ad dalam keadaan paceklik yang tergambarkan pada kurusnya binatang ternak, keringnya kantong susu, ketidak­suburan tanah dan minimnya hasil tanaman.

Setelah bayi Muhammad SAW dibawa oleh Halimah ke kampung Bani Sa'ad, ternak berangsur gemuk, kantong susu ternak pun menjadi penuh, dan tanah berubah menjadi subur. Terutama kehidupan keluarga Halimah menjadi sejahtera.

Perubahan kondisi yang terjadi, diakui bahwa kehadiran bayi Muhammad SAW di Bani Sa' ad telah membawa barokah. (Terjemahan singkat dari kitab Dalail An-­Nubuwwah, Baihaqy 1:107)

Sasok bayi, untuk duduk dan berdiri belum marnpu, untuk makan dan minum saja masih memerlukan bantuan orang lain. Secara logika matematik, bayi tidak mungkin melakukan perubahan yang terjadi seperti ini. Namun secara logika tauhid, perubahan di Bani Sa'ad ini dapat terjadi atas dasar kehendak Allah SWT yang ditandai dan diawali dengan kehadiran bayi tersebut. Untuk itulah, kehadiran bayi tersebut disebut barokah.

Al-Qur' an, awal surat Al-Mulk, menegaskan bahwa Allah SWT merupakan sumber barokah:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maha Suci (Maha Barokah) Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Di samping Allah SWT merupakan sumber barokah, menurut firnan-Nya dalam surat Al-An' am ayat 155 menyatakan bahwa Al-Qur'an juga merupakan sumber Barokah.

وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan Al-Qur'an ini adalah kitab barokah (yang diberkati) yang Kami turunkan, maka ikutilah (ajaran)nya, dan bertaqwalah agar kamu disayangi (oleh Allah).

Dalam Al-Qur' an banyak contoh mahluk-mahluk-Nya yang dianugerahi barokah. Diantaranya: tempat (negeri, kota, kampung), manusia (keluarga, perorangan), waktu, benda (pohon, rizki, air, dll).

Barokah kepada Tempat

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah komi anugerahkan barokah pada negeri/tempat sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari landa-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isro' ayat 1)

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ

Sesunguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang dianugernhi barokah, dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imron ayat 96).

Barokah kepada Manusia

وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّاً

Dan Dia menjadikan aku (Nabi Isa as) seorang yang dianugerahi barokah dimana saja aku berada: dan dia memerintahkan kepadaku untuk (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (QS. Maryam ayat 31)

Anugerah barokah yang diterima Nabi Isa as, menyebabkan sebuah keistimewaan, bahwa kemanapun ia pergj, maka tempat yang ia singgahi dan siapa pun yang bertemu dengannya mendapatkan manfaat barokah darinya, seperti orang yang sakit jadi sembuh, yang susah jadi mudah urusannya dan seterusnya.

Barokah kepada Keluarga

Dalam surat Al-Mu'minun ayat 29, Allah SWT mengajarkan doa, bagaimana memohon agar barokah dianugerahkan kepada keluarga / rumah tangga:

وَقُل رَّبِّ أَنزِلْنِي مُنزَلاً مُّبَارَكاً وَأَنتَ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ

Dan berdo'alah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada rumah yang dianugerahi barokah, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.

Barokah kepada Waktu

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qu'an) pada suahl malam yang dianugerahi barokah dan sesunggguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhon ayat 3).

Barokah kepada Pohon

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan bintang (bercahaya) seperti mutiara, dinyalakan dengan minyak dari pohon yang dianugerahi barokah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nur ayat 35).

Barokah kepada Air

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Dan Kami turunkan dari langit, air yang telah dianugerahi barokah. Lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon dan biji­bijian. (QS. Qof ayat 9)

Barokah kepada Rizki

Rasul SAW mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berdoa, memohon kepada Allah SWT agar diberi rizki yang barokah.

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَناَ فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Allah, anugerahkanlah barokah kepada rizki kami, dan jagalah diri kami dari api neraka.

Barokah dalam Kehidupan

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk desa / negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami anugerahkan kepada (kehidupan) mereka barokah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS AI-A'rof ayat 96)

Allah SWT dan Al-Qur'an adalah merupakan sumber barokah. Bila nilai-nilai Al-Qur' an diamalkan dalam kehidupan, maka secara otomatis kehidupan di negeri, kota, desa, kelompok dan perorangan yang menerapkan nilai-nilai tersebut menjadi objek sasaran barokah.

Bila barokah dianugerahkan kepada kehidupan di negeri, kota, desa dan seterusnya, maka segala sesuatu yang diupayakan bakal mencapai hasil yang luar biasa diluar dugaan akal manusia, sesuai dengan karakter barokah itu sendiri yang melebihi perhitungan akal manusia.

KH Thonthowi Djauhari Musaddad
Pengasuh Pesantren Luhur Al Wasilah
Rais Syuriah PCNU Garut, Jawa Barat
Para ulama' berbeda pendapat dalam hukum rokok, tetapi setelah merenung dan menyadari bahwa Islam adalah agama yang bersih dari segala kotoran zahir maupun batin, dan Islam adalah agama yang hanya mengajak kepada yang lebih baik, ternyata ia juga adalah agama yang mudah dan jauh dari berbagai kesulitan dan tasyaddud, al-Qur'an dan al-Sunnah adalah pegangan satu-satunya, dari itu mengapa bersusah payah? dan mengapa menyusahkan orang? Allah Swt. berfirman: "Allah sama sekali tidak pernah berkehendak memberimu kesulitan walau sedikit". Rasulullah Saw.. bersabda: "Yang halal sudah nyata dan yang harampun telah nyata".


Para pembaca yang budiman, di dalam syari'at Islam yang benar, mudah dan suci, merokok ternyata hukumnya tidak haram, mengapa?


1. Allah Swt. dan Rasul-Nya Saw.. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram.

2. Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.

3. Sesuatu yang haram bukanlah yang memudaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya (walau bermanfaat), dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya (walau memudaratkan).

4. Tidak setiap yang memudaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudaratkan?

5. Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah men-taqyid hadits yang berbunyi "Yang suci airnya dan yang halal bangkainya".

6. Kita boleh saja melarang atau meninggalkan, tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah". Kita boleh saja mengatakan: jangan merokok karena ia memudaratkan, tapi kita tidak boleh mengatakan: merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita: jangan sering makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan: banyak makan coklat itu haram. Kita mungkin mengatakan: Makan permen yang dicampur sambal dapat menyebabkan penyakit influenza, namun tidak kita boleh mengatakan: makan permen yang diberi sambal itu haram.

7. Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba'its maka bawang juga termasuk khaba'its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?

8. Rokok adalah termasuk Mimma ammat bihil-balwa pada zaman ini.

9. Hadits "La dlarara wala dlirar" masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing- masing.

10. Boros adalah: menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.

11. Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman: "Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan" dan Allah telah menyebutkan makanan-makanan dan minuman-minuman yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok di antaranya.

12. Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup. Allah berfirman: "Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah? "

13. Terdapat banyak cara untuk mengurangi dan mencegah bahaya-bahaya rokok.

14. Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.


15. Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan" karena ayat tersebut membicarakan hal lain.


16. Adapun ayat "Dan janganlah kamu membunuh dirimu" maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.

17. Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: Ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidakah beruntung".
18. Banyak ulama' dan auliya' yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para bajingan yang minum arak di pinggir jalan? Allah berfirman: "Apakah patut Kami jadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?", Allah juga berfirman: "Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama", Allah juga berfirman: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? ".

19. Banyak ulama' yang tidak mengharamkan rokok seperti: Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma'il, Syekh al-Ziadi, Syekh Mur'i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al-Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul Aziz al-Maghribi, Syekh Abdul Ghani al-Nabulsi Ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra., Maulana Syekh Mukhtar Ra., dll.

20. Dalam kitab Muntakhabat al-Tawarikh Lidimasyq, Syekh Muhammad Adib al-Hishni mengutip ungkapan seorang wali besar dan ulama' ternama serta tokoh sufi terkemuka asal Syiria, yaitu Sidi Abdul Ghani al-Nabulsi Ra. (wafat tahun 1143 H.) yang berbunyi sebagai berikut :


دخان التبغ هام به البرايا # فطيب العود سفل وهو علو
مرارته حلاوة ذائقيه # ألا فاعجب لمر وهو حلو
Asap rokok menggoda selera;
Pun semerbak kasturi tertandingi.
Pahitnya, manis terasa,
Aneh, pahit kok manis rasanya.

21. Dalam buku yang sama menceritakan: Syekh Sunan Efendi yang lebih dikenal dengan sebutan Allati Barmaq, seorang mufti dan pakar fiqh bermazhab hanafi yang sempat meraih julukan Syaikhul-Islam pada zamannya, pernah membaca karya tulis Sidi Abdul Ghani al-Nabulsi ra. tentang kebolehan merokok, yang berjudul: al-Ishlah bainal-Ikhwan fi Ibahat Syurb al-Dukhan, Syekh Allati Barmaq saat itu mengharamkan rokok, oleh karena itu ia sangat kontra dengan isi buku tersebut yang kemudian terjadilah adu argumen antara Syekh Allati Barmaq dengan Sidi al-Nabulsi yang akhirnya Syekh Allati Barmaq mengakui kebenaran Sidi al-Nabulsi lantas minta maaf, lalu dengan tegas mengatakan bahwa yang mengharamkan rokok adalah jahil, tolol, zindiq dan tak ubahnya dengan binatang hina. Sebab ternyata pada rokok terdapat rahasia Allah yang menyirati banyak khasiat dan manfaat. Aroma dan rasanya pun amat lezat. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut :


جهول منكر الدخان أحمق # عديم الذوق بالحيوان ملحق

مليح ما به شيء حرام # ومن أبدى الخلاف فقد تزندق

ألا يا أيها الصوفي ميلا # إلى الدخان علك أن توفق

ولولا أن في الدخان سرا # لما فاحت روائحه وعبق

ففي الدخان سر الله يبدو # وشاهده المحقق التي برمق

Sungguh tolol, yang tak peka asap rokok,
Bak hewan yang tak punya cita rasa.
Tak patut diharamkan,
Hanya kaum zindiq lah yang merekayasa.
Wahai pecandu sufi, Kenapa tak kau rengkuh rokok saja.
Andai tak ada rahasia, Baunya pun takkan lezat terasa.
Padanya; rahasia Sang Kuasa,
Ahli hakekat Allati Barmaq sebagai saksinya.

22. Dalam kitab Jawahirul-Bihar fi Fadla'ilinnabiyyil- Mukhtar oleh Syekh Yusuf al-Nabhani, menyatakan sebagai berikut :


من جواهر العارف النابلسي قوله رضي الله عنه في رحلته الحجازية المذكورة : جاء إلى مجلسنا السيد عبد القادر أفندي على عادته، وكان يقرأ علينا في مختصر صحيح البخاري في أواخره فقرأ الحديث الذي أخرجه البخاري : عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ولا يتمثل الشيطان بي " فتكلمنا على هذا الحديث بما تيسر وذكرنا رسالة الشيخ السيوطي التي سماها إنارة الحلك في إمكان رؤية النبي والملك، وذكرنا بعض قصص وآثار فأخبرنا السيد عبد القادر المذكور بأن هذه الرسالة عنده وجاء بها إلينا بعد ذلك في ضمن مجموع . ثم جرت معه مذاكرة في شرب الدخان فأخبرنا عن الشيخ أحمد بن منصور العقربي عن شيخنا الشريف أحمد بن عبد العزيز المغربي أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم مراراً عدة وأنه مرض مرضاً شديداً فسأل النبي صلى الله عليه وسلم عن شرب الدخان فسكت النبي صلى الله عليه وسلم ولم يرد له الجواب، ثم أمره باستعماله .

Artinya: Syekh Abdul Ghani al-Nabulsi Ra. menceritakan sebuah perjalanannya menimba ilmu di tanah Hijaz: "Syekh Abdul Qadir Efandi seperti biasa, hadir bersama kami untuk membacakan ringkasan Sahih Bukhari. Lantas, ia membaca hadits yang berbunyi; Dari Saidina Abi Hurairah dari Nabi Saw.. beliau bersabda; "Siapa yang bertemu aku pada saat mimpi; pasti akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga, dan tak mungkin setan menyerupaiku" . Kami berdiskusi tentang hadits ini seraya mengutip karya Imam Suyuthi yang berjudul Inaratul-Halak fi Imkan Ru'yat al-Nabi wal-Malak. Syekh Abdul Qadir Efandi menyebutkan bahwa ia memiliki karya tersebut sah secara silsilah dan akan disampaikan kepada kita (para santrinya). Selanjutnya kami berdiskusi tentang hukum merokok, lalu ia meriwayatkan: "Ada sebuah kisah dari Syekh Ahmad bin Manshur al-Aqrabi, dari Syekh Ahmad bin Abdul Aziz al-Maghribi, ia menyatakan bahwa ia sering bertemu dengan Nabi Saw.. (dalam tidur maupun jaga). Suatu ketika ia jatuh sakit dan menemui beliau, kemudian menanya tentang hukum merokok, Nabi pun diam tak menjawab. Kemudian beliau malah menyuruhnya untuk merokok" !!!

وكان لأهل المدينة فيه غاية الإعتقاد وكان من أكابر الأولياء ومن محققي العلماء الأعلام رحمه الله تعالى .

Syekh Ahmad bin Abdul Aziz al-Maghribi (yang senantiasa menjumpai Rasul dan sempat menanyakan beliau tentang rokok dan ternyata mendapat perintah untuk menghisapnya) adalah seorang pemuka kenamaan dan tokoh kepercayaan pada masanya. Seorang ulama' berjasa besar bahkan waliyullah papan atas.

23. Boleh saja membuat peraturan-peraturan tertentu demi terjaganya kesehatan seperti membuat lokasi-lokasi khusus bagi para perokok, atau yang lainnya asalkan tidak mengharamkannya, itu saja, sekali lagi yang penting kita tidak mengharamkan yang halal sebab itu adalah dosa besar. Selanjutnya... terserah anda... Allah berfirman: "Katakanlah: Sesungguhnya kebenaran itu telah datang dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin percaya, hendaklah ia percaya, dan barang siapa yang ingin ingkar biarlah ia ingkar".

Wallahu A'lam.
numpang kopas yah om.....
submit is offline
SIKAP ISLAM TERHADAP ROKOK

Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada selain Allah ta’ala.

Dia (Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam) membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut.

Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji, baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.

Termasuk yang diharamkan karena dapat menghilangkan kesucian adalah merokok, karena berbahaya bagi fisik dan mengdatangkan bau yang tidak sedap, sedangkan Islam adalah (agama) yang baik, tidak memerintahkan kecuali yang baik. Seyogyanya bagi seorang muslim untuk menjadi orang yang baik, karena sesuatu yang baik hanya layak untuk orang yang baik, dan Allah ta’ala adalah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik.

Berikut akan kami kemukakan beberapa fatwa dari para ulama terkemuka tentang hukum rokok : “Merokok hukumnya haram, begitu juga memperdagangkannya. Karena didalamnya terdapat sesuatu yang membahayakan, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ أخرجه الإمام أحمد في المسند ومالك في الموطأ وابن ماجة
“ Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau membahayakan” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Atturmuzi)

Demikian juga (rokok diharamkan) karena termasuk sesuatu yang buruk (khabaits), sedangkan Allah ta’ala (ketika menerangkan sifat nabi-Nya Shalallahu 'alaihi wassalam) berfirman: “...dia menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk“ (Al A’raf : 157)

Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.
Ketua: Abdul Aziz bin Baz
Wakil Ketua: Abdurrazzak Afifi.
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan –
Abdullah bin Quud.

“Merokok diharamkan, begitu juga halnya dengan Syisyah, dalilnya adalah firman Allah ta’ala: “Jangan kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap diri kalian “ (An-Nisa : 29)


“ Jangan kalian lemparkan diri kalian dalam kehancuran” (Al-Baqarah : 195)

Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa mengkonsumsi barang ini dapat membahayakan, jika membahayakan maka hukumnya haram. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:
(وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا ( النساء : 5

“ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan..” (An Nisa:5)
Kita dilarang menyerahkan harta kita kepada mereka yang tidak sempurna akalnya karena pemborosan yang mereka lakukan. Tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan harta untuk membeli rokok atau syisyah merupakan pemborosan dan merusak bagi dirinya, maka berdasarkan ayat ini hal tersebut dilarang.

Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam juga menunjukkan pelarangan terhadap pengeluaran harta yang sia-sia, dan mengeluarkan harta untuk hal ini (rokok dan syisyah) termasuk menyia-nyiakan harta. Rasulullah e bersabda:
{ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ }

Syekh Muhammad bin Sholeh bin ‘Utsaimin
Anggota Lembaga Majlis Ulama Kerajaan Saudi Arabia


“Telah dikeluarkan sebuah fatwa dengan nomor: 1407, tanggal 9/11/1396H, dari Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa di Riyadh, sebagai berikut: “Tidak dihalalkan memperdagangkan rokok dan segala sesuatu yang diharamkam karena dia termasuk sesuatu yang buruk dan mendatangkan bahaya pada tubuh, rohani dan harta.

Jika seseorang hendak mengeluarkan hartanya untuk pergi haji atau menginfakkannya pada jalan kebaikan, maka dia harus berusaha membersihkan hartanya untuk dia keluarkan untuk beribadah haji atau diinfakkan kepada jalan kebaikan, berdasarkan umumnya firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمِ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيْهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوا فِيْهِ (ألبقرة:267
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata darinya “ (Al Baqarah: 267)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak akan menerima kecuali yang baik “ (al Hadits)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

(Dinukil dari terjemahan عفواً ممنوع التدخين Maaf, dilarang MEROKOK oleh Thalal bin Sa'ad Al 'Utaibi)

SUmber : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427